Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat keputusan penting yang mengubah lanskap politik Indonesia menjelang Pemilu mendatang dengan menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20%.
Keputusan ini memicu berbagai reaksi dan diskusi, salah satunya dari pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, yang menegaskan bahwa dengan dihapuskannya PT, tidak mungkin lagi bagi pembentuk undang-undang untuk membuat aturan baru yang membatasi jumlah calon presiden. Artikel ini akan mengulas lebih dalam mengenai penghapusan PT 20%, implikasinya terhadap jumlah kandidat capres, serta potensi dampaknya bagi demokrasi di Indonesia.
Latar Belakang Penghapusan Presidential Threshold
Sebelumnya, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mensyaratkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu sebelumnya. Ketentuan ini dikenal sebagai presidential threshold 20%. Tujuan awalnya adalah untuk menyederhanakan jumlah kandidat dan menciptakan pemerintahan yang lebih stabil. Namun, ketentuan ini juga menuai kritik karena dianggap membatasi hak konstitusional partai politik untuk mengusung calonnya sendiri dan mempersempit pilihan pemilih.
Putusan MK dan Penegasan Yusril
MK akhirnya mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 222 UU Pemilu dan menyatakan bahwa ketentuan presidential threshold bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan. Yusril Ihza Mahendra, yang juga merupakan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, menegaskan bahwa dengan dihapuskannya PT 20%, tidak mungkin lagi bagi pembentuk undang-undang untuk membuat aturan baru yang secara langsung atau tidak langsung membatasi jumlah calon presiden. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap partai politik yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu berhak untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.
Implikasi Terhadap Jumlah Kandidat Capres
Penghapusan PT 20% berpotensi signifikan meningkatkan jumlah kandidat capres pada pemilu mendatang. Dengan tidak adanya batasan ambang batas, partai-partai politik, baik yang besar maupun yang kecil, memiliki peluang yang sama untuk mengusung calonnya sendiri. Hal ini membuka ruang bagi munculnya kandidat-kandidat alternatif dan memberikan lebih banyak pilihan bagi pemilih. Konsekuensinya, peta politik dapat menjadi lebih dinamis dan kompetisi antar kandidat akan semakin ketat.
Potensi Dampak Bagi Demokrasi
Penghapusan PT 20% dapat membawa dampak positif bagi demokrasi di Indonesia. Pertama, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi partisipasi politik dan representasi yang lebih beragam. Kedua, memperkuat legitimasi pemilu karena pemilih memiliki lebih banyak pilihan. Ketiga, mendorong partai politik untuk bekerja lebih keras dalam menjaring aspirasi masyarakat dan menawarkan program-program yang lebih relevan.
Namun, di sisi lain, peningkatan jumlah kandidat juga dapat menimbulkan tantangan tersendiri, seperti potensi fragmentasi suara dan kesulitan bagi pemilih untuk menentukan pilihan. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme dan regulasi yang tepat untuk memastikan pemilu berjalan dengan efektif dan efisien.
Tantangan dan Antisipasi
Meskipun penghapusan PT 20% membuka peluang bagi demokrasi yang lebih inklusif, ada beberapa tantangan yang perlu diantisipasi. Salah satunya adalah potensi polarisasi politik yang lebih tinggi akibat banyaknya kandidat yang berkompetisi. Selain itu, diperlukan juga penguatan kapasitas penyelenggara pemilu untuk mengelola proses pemilu yang lebih kompleks. Pemerintah dan DPR perlu segera melakukan revisi terhadap UU Pemilu untuk menyesuaikan dengan putusan MK dan memastikan terciptanya regulasi yang mendukung pemilu yang demokratis, jujur, dan adil.
Kesimpulan
Penghapusan presidential threshold 20% oleh MK merupakan langkah penting dalam memperkuat demokrasi di Indonesia. Keputusan ini membuka ruang bagi partisipasi politik yang lebih luas dan memberikan lebih banyak pilihan bagi pemilih. Penegasan Yusril bahwa tidak mungkin lagi ada pembatasan jumlah calon presiden setelah putusan ini memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Meskipun ada tantangan yang perlu diantisipasi, penghapusan PT 20% berpotensi membawa dampak positif bagi kualitas demokrasi di Indonesia dan membuka era baru dalam penyelenggaraan pemilu di masa mendatang.
Perubahan ini menuntut kesiapan dari semua pihak, baik partai politik, penyelenggara pemilu, maupun masyarakat, untuk beradaptasi dengan dinamika politik yang baru. Dengan regulasi yang tepat dan partisipasi aktif dari seluruh elemen bangsa, penghapusan PT 20% dapat menjadi momentum penting untuk mewujudkan pemilu yang lebih demokratis dan berkualitas.